Kamis, 17 Maret 2011
In:
Makalah
Sejarah diplomasi Indonesia era kerajaan nusantara, era sriwijaya, era majapahit, dan era kerajaan islam
Sejarah Diplomasi Indonesia Era Kerajaan Nusantara, Era Sriwijaya, Era Majapahit, dan Era Kerajaan Islam Nusantara
1.Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan maritim terbesar di nusantara diawali Kerajaan Sriwijaya (683-1030 M). Petualang Tiongkok, I Tsing, mencatat, Shih Li Fo Shih (Sriwijaya) adalah kerajaan besar yang mempunyai benteng di Kotaraja, armada lautnya amat kuat. Guna memperkuat armada dalam mengamankan lalu lintas perdagangan melalui laut, Sriwijaya memanfaatkan sumber daya manusia yang tersebar di seluruh wilayah kekuasaannya, yang kini disebut "kekuatan pengganda".
2.Kerajaan Majapahit
Tidak terduga sebelumnya bahwa pada tahun 1293 Jawa kedatangan pasukan dari Cina yang diutus oleh Kubhilai Khan untuk menghukum Singhasāri atas penghinaan yang pernah diterima utusannya pada tahun 1289. Kedatangan ini diketahui oleh Raden Wijaya, ia meminta izin untuk bergabung dengan pasukan Cina yang diterima dengan sukacita. Serbuan ke Daha dilakukan dari darat maupun sungai yang berjalan sengit sepanjang pagi hingga siang hari. Gabungan pasukan Cina dan Raden Wijaya berhasil membinasakan 5.000 tentara Daha. Dengan kekuatan yang tinggal setengah, Jayakatwang mundur untuk berlindung di dalam benteng. Sore hari, menyadari bahwa ia tidak mungkin mempertahankan lagi Daha, Jayakatwang keluar dari benteng dan menyerahkan diri untuk kemudian ditawan oleh pasukan Cina.
Dengan dikawal dua perwira dan 200 pasukan Cina, Raden Wijaya minta izin kembali ke Majapahit untuk menyiapkan upeti bagi kaisar Khubilai Khan. Namun dengan menggunakan tipu muslihat kedua perwira dan para pengawalnya berhasil dibinasakan oleh Raden Wijaya. Bahkan ia berbalik memimpin pasukan Majapahit menyerbu pasukan Cina yang masih tersisa yang tidak menyadari bahwa Raden Wijaya akan bertindak demikian. Tiga ribu anggota pasukan kerajaan Yuan dari Cina ini dapat dibinasakan oleh pasukan Majapahit, selebihnya melarikan dari keluar Jawa dengan meninggalkan banyak korban. Akhirnya cita-cita Raden Wijaya untuk menjatuhkan Daha dan membalas sakit hatinya kepada Jayakatwang dapat diwujudkan dengan memanfaatkan tentara asing. Ia kemudian memproklamasikan berdirinya sebuah kerajaan baru yang dinamakan Majapahit. Pada tahun 1215 Raden Wijaya dinobatkan sebagai raja pertama dengan gelar Śri Kĕrtarājasa Jayawardhana.
Majapahit yang semakin kuat memiliki seorang prajurit yang kuat dan cerdas dalam strategi perang, beliau adalah Gajah mada, Ia muncul sebagai tokoh yang berhasil mamadamkan pemberontakan Kuti, padahal kedudukannya pada waktu itu hanya berstatus sebagai pengawal raja (běkěl bhayangkāri). Kemahirannya mengatur siasat dan berdiplomasi dikemudian hari akan membawa Gajah Mada pada posisi yang sangat tinggi di jajaran pemerintahan kerajaan Majapahit, yaitu sebagai Mahamantri kerajaan.Diplomasi Politik Kerajaan Majapahit
Pada masa pemerintahan Jayanegara hubungan diplomatik antara Majapahit dan Cina menjadi membaik yang sebelumnya sempat tercoreng dengan hancurnya pasukan yang dipimpin kubilai khan. Perdagangan antara kedua negara meningkat dan banyak orang Cina yang menetap di Majapahit. Mahapatih Gajah Mada mengucapkan sumpahnya yang terkenal, bahwa ia tidak akan amukti palapa sebelum menundukkan daerah-daerah di Nusantara, seperti Gurun (di Kalimantan), Seran, Tanjungpura (Kalimantan), Haru (Maluku), Pahang (Malaysia), Dompo (Sumbawa), Bali, Sunda (Jawa Barat), Palembang (Sumatera), dan Tumasik (Singapura). Untuk membuktikan sumpahnya, pada tahun 1343 Bali berhasil ia ditundukan.
Majapahit mencapai zaman keemasannya terjadi pada pemerintahan Hayam Wuruk. Empat belas tahun setelah ia memerintah, Mahāpatih Gajah Mada meninggal dunia di tahun 1364.. Nama beberapa negara yang memang mempunyai hubungan persahabatan dengan Majapahit seperti Syangka, Ayudaputra, Darmaanagari, Marutama, Rajaputra, Campa, Kamboja dan Yawana[1]. Daftar nama itu hampir serupa dengan nama-nama yang disebut tentang tamu-tamu asing yang sering berkunjung ke Majapahit, terutama para pedagang dan para pendeta. Banyak di antara para pendeta asing yang menetap di Majapahit berkat pelayanan yang baik. Mereka itu adalah penyebar kebudayaan india. Berkat usahanya hinduisme di Majapahit bertambah kuat. Hubungan persahabatan itu didasari atas kunjungan para pedagang dan pendeta bukan karena perwakilan asing timbal balik di negara-negara yang bersangkutan seperti sekarang. Tali persahabatan itu dimaksudkan sebagai usaha untuk menghindarkan serbuan tentara asing ke daerah otonom Majapahit di seberang lautan, terutama di Semenanjung Tanah Melayu karena negara-negara tetangga itu kebanyakan berbatasan atau berdekatan dengan daerah bawahan tersebut. Lagipula sebagian besar negara itu menganut agama Hindu/Budha seperti Majapahit.
3.Era Kerajaan Islam
Diplomasi yang dilakukan oleh kerajaan islam sangat bermacam macam, pada masa kerajaan samudera pasai di aceh seorang prabu brawijaya yang merupakan raja terakhir kerajaan majapahit menikah dengan seorang puteri champa yang kemudian hari melahirkan seorang anak bernama Raden Patah yang kelak menjadi pemimpin islam di jawa dan membawa perubahan dengan berakhirnya masa kerajaan hindu Buddha yang menjadi kerajaan islam seperti demak yang merupakan kerajaan islam pertama di pulau jawa. Hubungan diplomatic dengan kekaisaran di china juga sangat membaik, Kaisar Cina yang sudah Muslimpun mengirim Panglima Besar dan tangan kanan dan kepercayaannya, Laksamana Cheng-Ho untuk membantu gerakan Islamisasi Jawa. Sementara hubungan dakwah via laut pada saat itu sudah terjalin jelas menunjukkan hubungan antara Jawa-Pasai-Gujarat-Persia-Muscat-Aden sampai Mesir.
Kerajaan Pasai, sebagai pusat Islamisasi Nusantara, sangat berkepentingan untuk menaklukkan Kerajaan Jawa-Hindu Majapahit, karena ia adalah satu-satunya penghalang utama untuk pengislaman tanah Jawa[2]. Maka para Sultan dan para Ulama serta cerdik pandai Kerajaan Pasai telah menyusun strategi terus menerus dengan segala jaringannya untuk menaklukkan Kerajaan Jawa-Hindu ini. Bahkan Kekaisaran Cinapun yang telah dikuasai Muslim ikut andil dalam Islamisasi ini, terbukti dengan mengirimkan Penglima Besar dan kepercayaan Kaisar yang bernama Laksamana Cheng Ho. Jalan peperangan tidak mungkin ditempuh, mengingat jauhnya jarak antara Pasai dengan Jawa Timur sebagai pusat Kerajaan Majapahit. Maka ditempuhlan jalan diplomasi dan dakwah para duta dari Kerajaan Pasai. Rupanya para Grand Master terutama Maulana Malik Ibrahim sebagai utusan senior para pendakwah, menemukan sebuah cara yang dianggap bijak, yaitu melalui jalur perkawinan. Maka dikawinkanlah iparnya yang bernama Dwarawati atau Puteri Jeumpa yang cantik jelita dan cerdas tentunya, dengan Prabu Brawijaya V, yang konon masih memeluk Hindu. Kenapa Sang Bapak Para Wali Songo ini berani mengambil kebijakan itu. Tentu hanya Allah dan beliau yang tahu. Dan akhirnya sejarah kemudian mencatat, anak perkawinan Puteri Jeumpa Dwarawati dengan Prabu Brawijaya V, bernama Raden Fatah adalah Sultan Kerajaan Islam Demak pertama yang telah mengakhiri dominasi Kerajaan Jawa-Hindu Majapahit dan Kerajaan-Kerajaan Hindu lainnya.
3.1 Sejarah Diplomatik Islam Nusantara
Islam masuk ke Indonesia memiliki banyak sumber yang berbeda, menurut sumber-sumber literatur Cina menyebutkan, menjelang seperempat abad ke-7, sudah berdiri perkampungan Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera. Di perkampungan-perkampungan ini diberitakan, orang-orang Arab bermukim dan menikah dengan penduduk lokal dan membentuk komunitas-komunitas Muslim. Dalam kitab sejarah Cina yang berjudul Chiu T’hang Shu disebutkan pernah mendapat kunjungan diplomatik dari orang-o-rang Ta Shih, sebutan untuk orang Arab, pada tahun tahun 651 Masehi atau 31 Hijirah. Empat tahun kemudian, dinasti yang sama kedatangan duta yang dikirim oleh Tan mi mo ni’. Tan mi mo ni’ adalah sebutan untuk Amirul Mukminin.
Setiap tahun, kian bertambah duta-duta dari Timur Tengah yang datang ke wilayah Nusantara. Pada masa Dinasti Umayyah, ada sebanyak 17 duta Muslim yang datang ke Cina. Pada Dinasti Abbasiyah dikirim 18 duta ke negeri Cina. Bahkan pada pertengahan abad ke-7 sudah berdiri beberapa perkampungan Muslim di Kanfu atau Kanton. Tentu saja, tak hanya ke negeri Cina perjalanan dilakukan. Beberapa catatan menyebutkan duta-duta Muslim juga mengunjungi Zabaj atau Sribuza atau yang lebih kita kenal dengan Kerajaan Sriwijaya. Hal ini sangat bisa diterima karena zaman itu adalah masa-masa keemasan Kerajaan Sriwijaya. Tidak ada satu ekspedisi yang akan menuju ke Cina tanpa melawat terlebih dulu ke Sriwijaya. Sebuah literatur kuno Arab yang berjudul Aja’ib al Hind yang ditulis oleh Buzurg bin Shahriyar al Ramhurmuzi pada tahun 1000 memberikan gambaran bahwa ada perkampungan-perkampungan Muslim yang terbangun di wilayah Kerajaan Sriwijaya. Hubungan Sriwijaya dengan kekhalifahan Islam di Timur Tengah terus berlanjut hingga di masa khalifah Umar bin Abdul Azis. Ibn Abd Al Rabbih dalam karyanya Al Iqd al Farid yang dikutip oleh Azyumardi Azra dalam bukunya Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII menyebutkan ada proses korespondensi yang berlangsung antara raja Sriwijaya kala itu Sri Indravarman dengan khalifah yang terkenal adil tersebut. Setelah sriwijaya dan majapahit runtuh maka itulah masa kebangkitan kerajaan islam seperti demak, mataram, pajang, banten, dan lain sebagainya.
REFERENSI
Meinsma. 1903. Serat Babad Tanah Jawi, Wiwit Saking Nabi Adam Dumugi ing Tahun 1647. Gramedia. Jakarta
Yamin,Muhammad.1977. Gajah Mada Pahlawan Persatuan Nusantara. Cetakan IX. (PN. Balai Pustaka, Jakarta, 1977).
[1] Meinsma. 1903. Serat Babad Tanah Jawi, Wiwit Saking Nabi Adam Dumugi ing Tahun 1647. S’Gravenhage, hal 12
[2] Sirah Islam Indonesia; Edisi Khusus Mengupas Sejarah Islam Nusantara,http://www.swaramuslim. Diakses pada 10 April 2011. jam 20.00 WIB
Langganan:
Postingan (Atom)